Detik35. Com
Dalam beberapa dekade terakhir, pergantian kurikulum pendidikan di Indonesia seringkali menjadi bagian dari perubahan besar yang dipengaruhi oleh pergantian pemerintahan. Sejak pertama kali diimplementasikan pada 1968, kurikulum di Indonesia telah mengalami sejumlah revisi besar, termasuk di tahun 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, hingga yang terbaru, Kurikulum Merdeka Belajar. Setiap perubahan tersebut tidak terlepas dari pengaruh politik yang mengarahkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kepentingan pemerintahan yang berkuasa.
Banyak pihak yang meragukan apakah pergantian kurikulum ini selalu dilandasi oleh kepentingan peningkatan kualitas pendidikan ataukah lebih pada kebutuhan politik sesaat. Sebagai contoh, pergantian dari Kurikulum 2013 (K13) ke Kurikulum Merdeka, yang baru dilaksanakan beberapa tahun setelah penerapan K13, menimbulkan banyak pertanyaan terkait efektivitas perubahan tersebut. Proses evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya sering kali tidak dilakukan secara mendalam, yang membuat dampak dan hasil dari implementasi kurikulum sebelumnya sulit untuk diukur secara objektif.
Sebagai akademisi yang peduli terhadap masa depan pendidikan di Indonesia, saya mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya para pengambil kebijakan, untuk lebih bijaksana dalam menyusun kurikulum yang lebih berorientasi pada kepentingan bersama, bukan sekadar untuk memenuhi agenda politik jangka pendek. Pendidikan harus menjadi sarana untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan berdaya. Kurikulum yang berorientasi pada kepentingan pendidikan dan bukan pada dominasi kekuasaan akan mendorong pendidikan menjadi alat pembebasan yang sesungguhnya.
Prof. Dr. S. Nasution, salah seorang tokoh pendidikan terkemuka, mengingatkan pentingnya agar kurikulum dikembangkan dengan menghubungkan bahan pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari anak. Menurutnya, kurikulum yang efektif harus mampu menjawab masalah-masalah nyata seperti kesehatan, keselamatan lalu lintas, dan sebagainya, dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu, seperti biologi, fisika, kimia, matematika, dan geografi. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan lebih relevan dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.
Selain itu, kita juga harus menyadari bahwa pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga untuk memberikan kebebasan berpikir, membuka wawasan, dan menciptakan kesetaraan. Kurikulum yang mampu menjawab tantangan zaman dan mengakomodasi kebutuhan semua pihak akan menjadi sarana untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan.
Di tengah perubahan kepemimpinan yang diprediksi akan membawa warna baru dalam kebijakan pendidikan, kita berharap bahwa di era kepemimpinan Prabowo-Gibran, kurikulum yang disusun dapat memberikan arah yang jelas, bukan hanya untuk tujuan politik, tetapi untuk masa depan pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, sebagai akademisi, saya menyerukan untuk mengawal penyusunan kurikulum ini dengan hati-hati dan memastikan bahwa kepentingan pendidikan yang sejati menjadi prioritas utama.(***)