Jakarta ,detik35.Com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggulirkan wacana reformasi pembiayaan partai politik (parpol) di Indonesia dengan mengusulkan agar dana partai sepenuhnya dibiayai oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Usulan ini disampaikan sebagai langkah strategis untuk menekan praktik korupsi yang kerap lahir dari sistem politik berbiaya tinggi dan minim transparansi.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyampaikan usulan tersebut dalam webinar bertema "State Capture Corruption: Belajar dari Skandal e-KTP", yang disiarkan melalui kanal YouTube KPK, Rabu (15/5/2025). Dalam paparannya, Fitroh menegaskan bahwa pembiayaan politik yang mahal telah mendorong banyak politisi—baik di level eksekutif maupun legislatif—untuk mencari sokongan dana dari pihak swasta atau cukong politik.
“Politik kita mahal, sangat mahal. Kandidat terpaksa mencari sponsor. Ketika mereka duduk, maka kebijakan dan proyek sering kali dikembalikan sebagai bentuk imbal jasa,” ujar Fitroh.
Menurutnya, kondisi ini membuka ruang lebar bagi praktik state capture, di mana kekuasaan dan kebijakan negara dikuasai oleh segelintir elite atau korporasi yang memiliki kepentingan ekonomi dan politik jangka panjang.
Sebagai solusi, KPK menawarkan pendekatan sistemik: negara harus memberikan pendanaan yang layak kepada partai politik secara berkala dan berkelanjutan. Namun, pendanaan ini tidak boleh diberikan begitu saja. Harus ada prasyarat ketat, termasuk penerapan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), yang mencakup transparansi keuangan, audit berkala oleh lembaga independen, serta mekanisme kaderisasi yang demokratis dan profesional.
Usulan ini bukan hal baru. Pada 2019, KPK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah merekomendasikan kenaikan dana bantuan parpol menjadi Rp8.461 per suara. Jika diterapkan, total dana yang dibutuhkan negara untuk lima tahun mencapai sekitar Rp3,9 triliun—angka yang dinilai masih relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi kerugian negara akibat korupsi politik.
Namun, hingga kini belum ada respons konkret dari pemerintah ataupun partai-partai besar atas wacana ini. Banyak pihak yang masih meragukan komitmen partai dalam menjalankan prinsip akuntabilitas dan keterbukaan jika menerima dana dari APBN.
KPK berharap, dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya state capture dan korupsi sistemik, wacana reformasi pendanaan partai politik bisa menjadi agenda nasional yang serius. Menurut Fitroh, jika akar korupsi tak dibenahi, maka upaya pemberantasan korupsi hanya akan menyentuh permukaan, sementara sistem terus memproduksi masalah yang sama.(Redaksi)