Karimun, Detik35.com
Pemerintah Desa Gemuruh Kecamatan Kundur Barat,berstatus “Maju” tercatat telah menerima Dana Desa tahun 2023 sebesar Rp 919.199.000 yang disalurkan penuh dalam tiga tahap. Namun, alih-alih mempercepat pembangunan, penggunaan dana tersebut justru mengundang sorotan tajam karena minimnya bukti manfaat di lapangan.
Investigasi redaksi menemukan sejumlah kejanggalan. Puluhan kegiatan dicatat dengan nama yang berulang, nilai hampir identik, dan minim pelaporan teknis. Salah satu yang paling mencolok adalah program Dukungan RTLH GAKIN yang tercatat sebanyak 13 kali dalam satu tahun anggaran. Masing-masing tercatat berkisar Rp 6 juta hingga Rp 9 juta. Namun, hingga kini tidak jelas siapa penerima manfaat, berapa unit rumah yang direnovasi, dan apakah ada dokumentasi pelaksanaan fisik.
Keanehan serupa terjadi pada kegiatan penyelenggaraan Posyandu yang tercatat sebanyak tujuh kali, dengan total anggaran lebih dari Rp 160 juta. Beberapa item bahkan mencantumkan nominal kecil seperti Rp 1.155.000 atau Rp 2.400.000. Praktik ini diduga kuat dilakukan untuk memecah anggaran agar menghindari mekanisme pengadaan yang lebih ketat.
Memasuki tahun 2024, pola tersebut diduga kembali diulang. Dokumen realisasi tahun berjalan memang belum dipublikasikan secara lengkap, namun sumber internal menyebut kegiatan-kegiatan dengan nama dan rincian serupa kembali muncul dalam APBDes.
Kegiatan seremonial seperti pelatihan, bimtek, dan penyuluhan juga menjadi sorotan karena diduga hanya tercatat di atas kertas tanpa realisasi fisik. Sementara itu, dana besar untuk keadaan mendesak sebesar Rp 108 juta tidak diketahui digunakan untuk apa, karena tidak ada peristiwa luar biasa di desa pada periode tersebut.
Bidang ekonomi desa pun tak luput dari pertanyaan. Dana penyertaan modal desa sebesar Rp 75 juta tidak dibarengi dengan laporan usaha atau kontribusi terhadap PADes. Kegiatan ketahanan pangan dan peternakan yang menyerap lebih dari Rp 180 juta juga tidak menunjukkan hasil yang bisa diverifikasi secara nyata.
Sejumlah tokoh masyarakat menyesalkan minimnya transparansi. Warga mengaku tidak pernah dilibatkan dalam musyawarah atau tahu siapa penerima manfaat dari program-program tersebut.
“Kami cuma dengar dan lihat nama kegiatan di baliho atau saat musyawarah desa. Tapi pelaksanaannya tidak jelas. Rumah siapa yang diperbaiki? Posyandu mana yang ditambah? Kami warga sini tidak tahu,” ujar salah seorang warga yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Minimnya papan proyek, laporan pertanggungjawaban terbuka, dan dokumentasi hasil kegiatan makin memperkuat dugaan manipulasi anggaran. Beberapa pihak menduga ada jaringan internal yang sistematis mengatur penyusunan hingga pelaksanaan APBDes.
Dugaan tersebut kini mulai mendapat perhatian dari berbagai elemen masyarakat sipil. Salah satunya datang dari LSM Forkorindo Kabupaten Karimun.
“Lembaga kami sudah dua kali menyurati Pemerintah Desa Gemuruh untuk meminta klarifikasi. Tapi sampai sekarang belum ada tanggapan,” ujar Edward Simanjuntak, Ketua LSM Forkorindo Karimun, saat ditemui di kantornya.
Edward menambahkan pihaknya tengah menyiapkan dokumen dan data pendukung untuk dilaporkan ke Inspektorat Daerah, BPK Perwakilan, dan Kejaksaan Negeri.
Jika terbukti, tindakan tersebut bisa dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang, penggelapan dana publik, hingga pembuatan laporan fiktif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Redaksi)