Alfedri dan Afni Zulfadli belum terlihat berkomunikasi menjelang pelantikan bupati baru pada 4 Juni. Publik bertanya: akankah transisi ini menyambung atau justru memisah?
SIAK ,detik35.Com
Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Bupati Siak, Alfedri masih terlihat aktif menjalankan agenda-agenda administratif seperti biasa. Namun, di balik rutinitas itu, transisi pemerintahan menuju kepemimpinan baru tampak berjalan tanpa jembatan komunikasi. Tak ada pertemuan simbolik, audiensi terbuka, atau koordinasi kebijakan antara dirinya dengan pasangan terpilih Afni Zulfadli–Syamsurizal yang akan resmi dilantik pada 4 Juni 2025.
Tim bupati dan wakil bupati terpilih terus menggenjot penyusunan dokumen strategis Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) — sebuah dokumen yang akan menentukan arah pembangunan lima tahun ke depan — tanpa koordinasi formal dengan kepala daerah yang masih aktif. Minimnya komunikasi ini menimbulkan kesan bahwa transisi kekuasaan di Kabupaten Siak berlangsung dalam sunyi dan fragmentasi.
“Ini bukan sekadar soal silaturahmi politik, tapi soal keberlanjutan tata kelola. Jika tidak ada kesinambungan dialog antara pemimpin lama dan baru, maka program strategis bisa berjalan dalam ruang vakum,” ujar salah satu pengamat kebijakan publik lokal yang enggan disebutkan namanya.
Sementara tim baru sibuk membangun struktur pemerintahan, Alfedri terlihat melanjutkan jalur pemerintahannya secara mandiri. Salah satu kegiatan terbarunya adalah melantik dua pejabat antar waktu (PAW) di tingkat kampung, yakni Ali Kasim sebagai Penghulu PAW Kampung Kerinci Kiri dan Suyono sebagai Ketua PAW Bapekam Buatan Baru. Kegiatan berlangsung di Kecamatan Kerinci Kanan, didasarkan pada dua Surat Keputusan Bupati Siak: Nomor 100.3.3.2/446/Hk/Kpts/2025 dan 100.3.3.2/210/Hk/Kpts/2025.
Dalam sambutannya, Alfedri menyampaikan pesan moral kepada pejabat yang baru dilantik:
“Bekerjalah untuk masyarakat, adil dalam mengambil kebijakan, dan tetap berpijak pada aturan yang berlaku.”
Namun, di balik pesan normatif itu, publik mulai bertanya: apa peran dan posisi Alfedri dalam masa transisi ini? Tidak ada peninjauan ruang kerja, perkenalan lintas generasi birokrasi, atau dialog terbuka untuk menyelaraskan prioritas pembangunan. Semua berjalan seolah-olah transisi ini hanyalah pergantian administrasi biasa, bukan peristiwa demokrasi yang membutuhkan konsolidasi.
Sejumlah tokoh masyarakat menyayangkan kurangnya sinyal kolaboratif dari kedua belah pihak. Dalam iklim demokrasi yang sehat, transisi kekuasaan semestinya menjadi ruang bersama untuk menegaskan kesinambungan, bukan menyiratkan pemisahan. Apalagi mengingat Kabupaten Siak memiliki sejarah panjang dalam membangun tata kelola berbasis partisipasi.
“Tanpa komunikasi transisi, RPJMD bisa menjadi produk politis yang tidak akomodatif terhadap warisan kebijakan sebelumnya. Ini bukan hanya soal egosektoral, tapi bisa berdampak pada stabilitas pemerintahan lima tahun ke depan,” ujar seorang akademisi dari Universitas Riau.
Di tengah kekakuan relasi antarpemimpin ini, publik hanya bisa berharap agar pelantikan 4 Juni mendatang tidak menjadi titik awal keterputusan, melainkan momentum untuk membangun kembali jembatan demokrasi yang hari ini nyaris tidak terlihat.(Red)