Penolakan Blok Wabu: Suara Masyarakat Adat Papua Tengah Didengar Hingga Tingkat Kementerian
![]() |
Penolakan Blok Wabu: Suara Masyarakat Adat Papua Tengah Didengar Hingga Tingkat Kementerian |
Jakarta - detik35.com - Perjuangan panjang masyarakat adat dan aktivis di Papua Tengah dalam menolak pertambangan emas di Blok Wabu akhirnya membuahkan hasil. Setelah berbagai aksi demonstrasi dan kampanye, perwakilan mereka berhasil bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, di Jakarta pada tanggal 2 Oktober 2025.
Blok Wabu, yang kaya akan potensi emas, menjadi kekhawatiran bagi masyarakat adat setempat. Mereka meyakini bahwa kehadiran industri pertambangan hanya akan membawa luka baru, konflik berkepanjangan, pengusiran dari tanah leluhur, serta mengulang tragedi kelam yang pernah terjadi di wilayah yang mereka sebut "Isla Del Oro."
Dari aksi jalanan itulah, terbentuk Tim Advokasi Blok Wabu. Bukan lahir dari diskusi formal, melainkan dari semangat membara yang tertuang dalam poster-poster bertuliskan "Tolak Wabu, Selamatkan Intan Jaya," dari orasi lantang mahasiswa yang tak kenal lelah, serta dari keberanian para legislator yang memilih untuk berdiri bersama rakyat.
Dalam pertemuan dengan Menteri ESDM, John NR Gobai, Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, membuka dialog dengan doa, menegaskan bahwa suara rakyat tidak boleh berhenti di jalanan. Henes Sondegau, Ketua Tim Advokasi yang sejak mahasiswa konsisten menentang Blok Wabu, langsung mengajukan pertanyaan krusial: "Apakah izin tambang Blok Wabu sudah keluar?"
Menteri Bahlil dengan tegas menjawab, "Izin tambang Blok Wabu belum saya tandatangani. Sebagai anak adat Papua, saya tidak mungkin keluarkan izin tanpa bicara dengan pemilik hak ulayat." Pernyataan ini disambut dengan keheningan dan harapan baru di tengah ketidakpastian.
Tim Advokasi, yang terdiri dari Marcel Pigai dan rekan-rekan mahasiswa, menyerahkan kajian serta sikap resmi penolakan terhadap Blok Wabu. Mereka membuktikan bahwa perlawanan ini bukan sekadar emosi, melainkan didasari oleh pengetahuan dan data yang akurat. Hadir pula legislator seperti Arnold Luis Paerong, Julius Wandagau, dan Bartholomeus Mirip, sebagai wakil rakyat yang senantiasa mengingat akar perjuangan mereka.
Roberthino Hanebora, salah satu penggagas gerakan, menyampaikan rasa hormatnya, "Hari ini saya menundukkan kepala dan memberi hormat. Bukan karena kita sudah menang, tapi karena perjuangan panjang ini membuktikan satu hal: suara rakyat Papua bisa menembus tembok birokrasi Jakarta."
Perjuangan panjang dari jalanan berdebu di depan DPRP, dari poster-poster usang, hingga meja kementerian yang dipenuhi dokumen, telah membuka jalan yang sebelumnya dianggap mustahil.
Meskipun Blok Wabu masih menjadi pertaruhan, satu hal yang pasti adalah generasi muda Papua, para mahasiswa dan legislator yang berani, telah menorehkan bab penting dalam sejarah Papua Tengah.
"Hari ini kita belajar, bahwa air mata bisa jadi tinta sejarah, dan teriakan di jalan bisa berbuah pertemuan di ruang kekuasaan," pungkas Hanebora.(Red)