Karimun ,detik35.Com
Aktivitas tambang Galian C yang diduga ilegal di Desa Pangke, Kecamatan Meral Barat, kian menjadi sorotan. Di tengah kerusakan lingkungan dan keresahan warga, pihak berwenang justru saling lempar tanggung jawab soal penindakan.
Camat Meral Barat, Isnaidi.M.M.Pd dalam keterangannya menyebut bahwa kegiatan tersebut merupakan “tambang rakyat”, namun secara tegas menyatakan bahwa tidak ada izin resmi yang mengatur operasi tambang tersebut.
“Ya, itu memang tambang rakyat. Mereka sempat minta bantuan agar diuruskan izinnya, tapi kami sampaikan bahwa izin bukan kewenangan kami. Izin semacam ini hanya bisa dikeluarkan oleh pemerintah pusat,” ujar Isnaidi kepada media.
Pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan lebih besar: jika sudah diketahui tidak berizin, mengapa aktivitas tersebut tetap dibiarkan berlangsung? Hingga kini, tidak terlihat adanya langkah tegas dari Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, maupun Dinas ESDM.
Pantauan di lapangan menunjukkan skala aktivitas yang jauh dari kategori "tambang rakyat". Puluhan truk hilir-mudik setiap hari, mengangkut material galian keluar dari lokasi. Tidak ada papan informasi resmi, tidak ada pembatasan wilayah, dan tidak terlihat adanya pengelolaan dampak lingkungan maupun pengawasan teknis.
Menurut UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), bahkan tambang rakyat pun wajib memiliki izin dan harus berada dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang ditetapkan pemerintah. Jika tidak, maka aktivitas tersebut masuk dalam kategori ilegal.
Kelompok masyarakat sipil dan pegiat lingkungan mulai mencium aroma pelanggaran serius. Mereka menilai istilah "tambang rakyat" kerap digunakan sebagai tameng hukum untuk menyembunyikan operasi tambang ilegal skala besar.
“Ini modus klasik. Label tambang rakyat dipakai, padahal alat berat masuk, hasil ditampung proyek besar. Pemodal besar di belakang, rakyat cuma jadi pelindung,”
Sementara itu, warga Desa Pangke yang terdampak mulai bersuara. Jalan desa rusak akibat truk-truk berat, debu beterbangan, dan ancaman longsor mulai menghantui. Sayangnya, keluhan warga belum berbuah tindakan dari pemerintah.
“Kami ini korban. Kalau dibiarkan terus, akan ada bencana. Tapi siapa yang bisa kami harapkan?” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengawasan dan status legal wilayah tambang, Camat Isnaidi enggan memberi keterangan rinci.
Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Karimun, Arieansyah S.Sos, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa perizinan Galian C bukan ranah kabupaten, melainkan kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
“Terkait Galian C, itu kewenangan provinsi. Tapi kami sudah tahu soal aktivitas itu. Bahkan Kepala Desa sudah sempat datang ke kantor kami,” ujarnya.
DLH mengaku telah menyarankan agar Kepala Desa menyurati Bupati secara resmi karena kasus ini bersifat lintas sektoral dan melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
Namun, hingga berita ini diturunkan,kami masih menunggu pernyataan resmi dari Bupati Karimun maupun Dinas ESDM Provinsi Kepri soal langkah konkret terhadap tambang ilegal tersebut.Red/Anas)