-->

Notification

×

Iklan

 


Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sejumlah Pejabat Dinonaktifkan, Nama Sekda Zulhelmi Arifin Ikut Disebut

| May 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-27T01:40:23Z

 

PEKANBARU – detik35.Com

 Pemerintah Kota Pekanbaru diguncang skandal gratifikasi besar-besaran yang menyeret dua pejabat tinggi, yakni mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Risnandar Mahiwa dan Sekretaris Daerah (Sekda) Indra Pomi Nasution. Menyusul perkembangan penyidikan dan pembacaan dakwaan dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Selasa, 29 April 2025, sejumlah pejabat eselon II di lingkungan Pemko resmi dinonaktifkan. Langkah ini diambil untuk mempermudah proses pemeriksaan oleh Inspektorat.


Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Volmar Simanjuntak, terungkap bahwa Risnandar dan Indra Pomi menerima aliran dana gratifikasi dalam bentuk uang tunai dan barang mewah dari berbagai pejabat dinas selama menjabat pada periode Mei–November 2024.


Risnandar disebut menerima total gratifikasi senilai Rp906 juta, termasuk uang tunai dari dinas teknis dan barang mewah seperti tas merek Bally. Sementara Indra Pomi didakwa menerima Rp1,215 miliar, yang sebagian besar diserahkan langsung secara tunai oleh bawahannya, bahkan dilakukan secara terang-terangan di ruang kerja dan tempat umum seperti toko baju dan gedung DPRD.


Yang menjadi sorotan tajam adalah Zulhelmi Arifin alias Ami, yang kini menjabat sebagai Plt Sekda Pekanbaru. Meski namanya disebut dalam dakwaan sebagai salah satu pemberi gratifikasi kepada dua terdakwa, Ami belum juga tersentuh proses hukum ataupun dinonaktifkan.


Sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) pada saat itu, Zulhelmi tercatat memberi uang Rp5 juta kepada Indra Pomi di ruang kerja Sekdako pada Maret 2024. Tak berhenti di situ, antara Juni–November 2024, ia juga memberikan Rp70 juta dan sebuah tas merek Bally senilai Rp8,5 juta kepada Risnandar Mahiwa.


Publik mempertanyakan alasan belum adanya tindakan terhadap Zulhelmi, padahal pejabat lain yang turut disebut dalam dakwaan sudah dinonaktifkan. Kondisi ini menimbulkan spekulasi mengenai ketimpangan dalam proses penegakan disiplin internal Pemko Pekanbaru.


Rincian Gratifikasi yang Diterima Risnandar:

1. Mei 2024: Rp5 juta dari Wendi Yuliasdi (Kabid Persampahan DLHK).

2. Juni 2024: Rp50 juta dari Mardiansyah (Kadis Perkim).

3. Juni–Nov 2024: Rp70 juta + tas Bally (Rp8,5 juta) dari Zulhelmi Arifin.

4. Juli–Nov 2024: Rp200 juta dari Yulianis (Kepala BPKAD).

5. Juli–Nov 2024: Rp80 juta + dua kemeja (Rp2,5 juta) dari Alek Kurniawan (Kepala Bapenda).

6. Agustus–Nov 2024: Rp350 juta dari Indra Pomi Nasution.

7. Juni–Sept 2024: Rp40 juta dari Yuliarso (Kepala Dishub).

8. Nov 2024: Rp100 juta dari Edward Riansyah (Kepala Dinas PUPR).


Rincian Gratifikasi yang Diterima Indra Pomi Nasution:

1. Sekitar Rp1 miliar dari Haryadi Wiradinata (Kabag Umum), diserahkan melalui ajudannya di toko baju Martin dan kantor DPRD.

2. Rp5 juta dari Zulhelmi Arifin (Maret 2024).

3. Bertahap dari Yulianis (Kepala BPKAD): Rp15 juta (Juni), Rp20 juta (Sept), Rp30 juta (Okt), Rp20 juta (tanpa tanggal pasti).

4. Rp25 juta dari Martin (Kabid PSU Dinas Perkim), dicicil sejak Maret.

5. Rp10 juta dari Alek Kurniawan.

6. Rp5 juta dari Zulfahmi Adrian (Kasatpol PP).

7. Rp50 juta dari Yuliarso (Dishub) lewat ajudan.


Kasus ini menyulut reaksi keras dari masyarakat sipil, pengamat kebijakan publik, dan pegiat antikorupsi di Riau. Mereka menuntut evaluasi total terhadap sistem pengawasan internal Pemko Pekanbaru, serta transparansi dalam penanganan nama-nama pejabat yang terseret tetapi belum diproses secara administratif maupun hukum.


Jika dibiarkan, ketimpangan ini dinilai akan mencederai kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi dan etika tata kelola pemerintahan di tingkat daerah.(Redaksi)

×
Berita Terbaru Update