"Anggaran BOS SMKN 1 Karimun Nyaris Rp 4 Miliar, Laporan Keuangan Sarat Kejanggalan – Dana Pemeliharaan Fantastis, Kepala Sekolah Bungkam"
Karimun, Kepulauan Riau –detik35.Com
Gelombang kecurigaan publik terhadap pengelolaan dana pendidikan kembali mencuat, kali ini menyasar SMK Negeri 1 Karimun. Sekolah tersebut tercatat menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hampir Rp 4 miliar dalam dua tahun terakhir (2023–2024), namun laporan keuangannya menunjukkan berbagai kejanggalan mencolok, mulai dari penggunaan anggaran yang tak seimbang, duplikasi pos pengeluaran, hingga pembengkakan dana pada kegiatan yang tidak berdampak langsung pada mutu pendidikan.
Berdasarkan dokumen yang diterima redaksi, total dana BOS yang diterima SMKN 1 Karimun mencapai Rp 1.208.595.000 pada tahun 2023 dan Rp 2.462.430.586 pada tahun 2024, menjadikan totalnya hampir Rp 4 miliar. Alih-alih meningkatkan mutu layanan pendidikan, rincian penggunaan anggaran justru menyimpan tanda tanya besar.
Pada pencairan pertama tahun 2024, dana yang diterima sekolah tercatat sebesar Rp 1.249.965.000, sementara total penggunaan dana hanya Rp 1.224.584.534, menyisakan Rp 25.380.466 tanpa keterangan penggunaannya. Anehnya, pada pencairan kedua tahun yang sama, dana yang diterima lebih kecil, yaitu Rp 1.212.465.586, namun justru tercatat digunakan sebesar Rp 1.237.846.516 — terjadi defisit Rp 25.380.930, jumlah yang secara kebetulan identik dengan sisa pencairan sebelumnya.
Kondisi ini memicu pertanyaan serius: apakah dana sisa digunakan tanpa pencatatan yang sah, atau ada sumber dana lain yang tidak dilaporkan? Apapun jawabannya, selisih ini mencerminkan dugaan kuat adanya praktik yang tidak akuntabel.
Dalam dokumen keuangan ditemukan duplikasi pos anggaran, salah satunya adalah "pembayaran honor", yang muncul dua kali dalam satu periode. Salah satu bernilai Rp 130.816.030, sementara satu lagi bernilai Rp 0. Pengulangan tanpa penjelasan ini mengarah pada kemungkinan skema mark-up terselubung atau pengaburan angka riil pengeluaran.
Yang paling menyolok adalah pos anggaran pemeliharaan sarana dan prasarana, yang dalam beberapa semester menembus angka ratusan juta rupiah. Namun hingga kini, tidak ada bukti visual atau laporan proyek yang menjelaskan jenis pemeliharaan yang dilakukan.
“Kalau sampai Rp 300 juta lebih buat pemeliharaan, lalu apa yang dipelihara? Gedungnya masih itu-itu saja, enggak ada bangunan baru,” ungkap seorang sumber internal sekolah yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ironisnya, asesmen pembelajaran dan uji kompetensi keahlian — yang merupakan roh dari pendidikan kejuruan di SMK — dalam beberapa periode justru tidak dianggarkan sama sekali. Tercatat nilai nol rupiah dialokasikan untuk dua kegiatan tersebut.
Hal ini mengindikasikan bahwa prioritas anggaran tidak berpihak pada kualitas pembelajaran siswa, melainkan lebih condong pada kegiatan administratif dan pemeliharaan yang nominalnya fantastis, namun tidak berdampak langsung pada siswa.
Saat dikonfirmasi mengenai kejanggalan laporan keuangan ini, Kepala SMKN 1 Karimun Ali Basril hanya memberikan jawaban singkat melalui pesan WhatsApp:
“Kami belanjakan sudah sesuai.”
Tidak ada penjelasan tambahan, tidak ada klarifikasi atas angka-angka yang menimbulkan tanda tanya publik. Sikap pasif ini justru mempertebal asumsi bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam tata kelola keuangan BOS di sekolah tersebut.
Sejumlah aktivis antikorupsi, pengamat pendidikan, dan masyarakat Karimun kini menyerukan agar Inspektorat Daerah Kepulauan Riau serta BPKP segera melakukan audit investigatif mendalam terhadap laporan keuangan BOS SMKN 1 Karimun.
“Anggaran pendidikan adalah amanah publik. Kalau sampai dana miliaran dikelola tanpa transparansi dan hasilnya tidak jelas, maka ini harus dibongkar tuntas. Jika perlu, libatkan aparat penegak hukum,” tegas salah satu aktivis pendidikan di Tanjung Balai Karimun.
Kasus ini menambah deretan panjang dugaan penyimpangan anggaran BOS di sekolah-sekolah negeri. Bila tidak segera ditangani, maka bukan hanya kepercayaan publik yang runtuh, tapi juga masa depan siswa-siswa yang mestinya mendapatkan hak pendidikan yang layak.
Redaksi masih berupaya mendapatkan penjelasan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau. Sampai berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan yang diberikan.(Redaksi)