Jakarta ,detik35.Com
Pakar hukum tata negara Mahfud MD menegaskan bahwa pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka secara teoretis dimungkinkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal itu disampaikannya menanggapi pernyataan Forum Purnawirawan TNI, yang mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengganti Gibran dari jabatan wakil presiden.
Menurut Mahfud, konstitusi Indonesia melalui Pasal 7B UUD 1945 mengatur mekanisme pemakzulan presiden dan wakil presiden jika terbukti melakukan pelanggaran hukum, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, termasuk apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
"Secara teori hukum tata negara, bisa saja dilakukan pemakzulan jika ada alasan konstitusional yang sah. Namun, hal itu harus melalui proses politik dan hukum yang sangat ketat serta bukti yang kuat," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa langkah pemakzulan bukan semata-mata soal ketidaksukaan politik, melainkan harus dibuktikan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan presiden atau wapres terbukti melanggar hukum. Setelah itu, DPR dapat mengusulkan pemberhentian kepada MPR, yang kemudian akan mengambil keputusan secara kelembagaan.
Isu pemakzulan ini mencuat usai sejumlah tokoh purnawirawan menyuarakan ketidakpuasan terhadap proses pencalonan Gibran yang dinilai cacat etika dan prosedur, menyusul putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi tahun 2023 yang membuka jalan bagi Gibran maju sebagai cawapres.
Meski demikian, Mahfud mengingatkan bahwa dalam praktik, proses pemakzulan bersifat sangat kompleks, sarat dinamika politik, dan jarang terjadi dalam sistem presidensial. Ia mengimbau agar seluruh pihak tetap berpijak pada jalur hukum dan konstitusi dalam menyikapi dinamika politik pasca pemilu.(Redaksi)