-->

Notification

×

Iklan

 


Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kebebasan Pers: Pilar Demokrasi yang Terus Diuji

| May 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-04T06:27:31Z

 

                Oleh: Syamsul Arifin S. Sos

                    Pimpinan Redaksi


Setiap 3 Mei, dunia mengenang Hari Kebebasan Pers Sedunia—sebuah tonggak yang lahir dari Deklarasi Windhoek 1991. Tapi lebih dari sekadar peringatan, hari ini seharusnya menjadi refleksi dan peringatan keras bahwa kebebasan pers bukanlah hadiah. Ia hasil dari perjuangan panjang, darah, dan nyawa. Dan hari ini, ia kembali diuji.


Di tengah era digital yang hiruk-pikuk, kita menyaksikan satu ironi besar: informasi membanjir, tapi kebenaran justru semakin tenggelam. Di media sosial, siapa pun bisa jadi penyebar "berita", tanpa proses verifikasi. Algoritma lebih memihak sensasi ketimbang substansi. Di sinilah jurnalisme sejati diuji—apakah ia tunduk pada rating dan klik, atau tetap berdiri kokoh sebagai penjaga akal sehat publik?


Sayangnya, tekanan terhadap pers tidak hanya datang dari luar. Banyak media kini terjebak dalam pelukan kepentingan pemilik modal, kelompok politik, bahkan institusi negara. Batas antara ruang redaksi dan ruang kekuasaan makin kabur. Objektivitas dan integritas mulai dikorbankan demi "narasi yang aman" atau "iklan yang masuk".


Lebih mengkhawatirkan lagi, kekerasan terhadap jurnalis terus terjadi. Ancaman, doxing, kriminalisasi, hingga kekerasan fisik masih menjadi risiko harian bagi mereka yang memilih untuk bersuara. Dan ironisnya, tidak sedikit yang dilakukan oleh aparat atau elit yang seharusnya melindungi, bukan menindas.


Kebebasan pers bukan hanya hak para wartawan. Ini adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkan informasi yang benar, akurat, dan tidak dimanipulasi. Maka membungkam pers berarti merampas hak publik atas kebenaran.


Sebagai pimpinan redaksi, saya ingin menegaskan: Kami bukan musuh negara. Kami bukan pengganggu stabilitas. Kami adalah cermin dari kenyataan yang sering kali enggan dilihat oleh kekuasaan. Menyampaikan fakta, meski pahit, adalah bentuk paling tulus dari cinta terhadap bangsa.


Hari ini, saya menyerukan kepada seluruh insan pers: mari kita jaga martabat profesi ini. Jangan tunduk pada tekanan. Jangan tergoda pada kompromi yang menggerogoti nurani. Dan kepada negara: jangan hanya bangga dengan demokrasi di panggung internasional jika di dalam negeri, suara-suara kritis masih dibungkam.


Selamat Hari Kebebasan Pers Sedunia.Pers bukan alat, bukan boneka, dan bukan musuh. Pers adalah penjaga nurani bangsa

×
Berita Terbaru Update