-->

Notification

×

Iklan

 


Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

ISDC Polda Riau: Belajar Nyetir atau Mendidik Ulang Kesadaran Pengguna Jalan?

| May 29, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-29T06:39:56Z

 

Pekanbaru, detik35 .com

 Di tengah lalu lintas yang makin brutal, angka kecelakaan yang terus naik, dan mental pengguna jalan yang sering kali lebih cepat daripada akalnya, Polda Riau mencoba langkah berbeda: mendidik ulang karakter pengguna jalan lewat Indonesia Safety Driving Centre (ISDC).


Namun pertanyaannya, mampukah ISDC jadi solusi nyata — atau sekadar pusat pelatihan formalitas belaka?


Kamis (29/5), Direktur Lalu Lintas Polda Riau, Kombes Taufiq Lukman, bicara lantang soal misi besar di balik ISDC. Menurutnya, ini bukan sekadar tempat belajar nyetir.


“ISDC ini dirancang untuk mendidik siapa saja yang terlibat langsung dalam aktivitas lalu lintas. Bukan hanya bisa nyetir, tapi juga tahu etika, hukum, dan tanggung jawab di jalan,” ujar Taufiq.


Di atas kertas, kurikulum ISDC memang impresif: teori keselamatan, hukum lalu lintas, studi kasus kecelakaan, hingga simulasi penanganan darurat. Lengkap. Tapi publik sudah kenyang dengan program yang bagus di kertas, tapi tumpul di lapangan.


Apakah para sopir angkutan umum yang melanggar jalur, pengendara moge yang arogan, atau bahkan oknum petugas sendiri ikut dilatih di sana? Apakah ISDC mampu menyentuh akar masalah: budaya berkendara yang permisif, egois, dan kadang impunitas hukum?


 “Yang kami dorong adalah kesadaran. Bukan hanya bisa nyetir, tapi soal tanggung jawab dan kepedulian,” kata Taufiq. Pernyataan ini penting, tapi menimbulkan tanya balik: kesadaran siapa dulu yang dibentuk?


ISDC bukan berdiri sendiri. Ia terhubung ke sistem-sistem lain seperti Traffic Attitude Record (TAR) dan demerit point pada SIM. Artinya, perilaku pengguna jalan akan tercatat dan bisa berujung pada sanksi administratif. Baik — jika sistem ini transparan dan tak bisa dimanipulasi.


Namun, belum jelas seberapa jauh sistem ini sudah berjalan di Riau. Apakah sudah terintegrasi dengan Polres hingga ke daerah-daerah, atau masih sebatas fasilitas unggulan di ibukota provinsi?


“Ini bukan program jangka pendek,” ujar Taufiq. “Tapi langkah serius untuk membentuk budaya lalu lintas yang disiplin dan beradab.”


Lagi-lagi, publik bertanya: apakah “budaya disiplin” yang dimaksud berlaku adil? Atau hanya tajam ke rakyat biasa, tumpul pada penguasa jalan berpelat khusus?

ISDC dilengkapi dengan laboratorium riset kecelakaan. Sebuah inovasi. Tapi akan jadi sia-sia jika data-data hanya dikumpulkan sebagai dokumen, bukan bahan koreksi sistemik.


Apakah dari situ muncul rekomendasi perubahan jalur rawan, evaluasi manajemen lalu lintas kota, atau perombakan sistem pelatihan pengemudi? Atau semua kembali ke soal “pencitraan program”?(Red)

×
Berita Terbaru Update