Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin Ditetapkan DPO Kasus Penipuan Cek Rp 20,5 Miliar oleh Polda Metro Jaya
![]() |
Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin Ditetapkan DPO Kasus Penipuan Cek Rp 20,5 Miliar oleh Polda Metro Jaya |
Jakarta – detik35. Com - Mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M. Najamudin resmi ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penipuan cek kosong bernilai total Rp 20,5 miliar dengan korban perusahaan air minum dalam kemasan PT Tirto Alam Cindo (PT TAC). Penetapan DPO juga disematkan kepada tersangka lainnya, mantan Anggota DPR RI Raden Saleh.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto mengungkapkan bahwa kedua tersangka telah dipanggil untuk menjalani pelimpahan tahap II setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21). Namun keduanya tidak memenuhi panggilan penyidik.
“Benar sudah diterbitkan DPO, karena berkas perkara sudah P21 dan tinggal tahap II pelimpahan tersangka dan barang bukti. Pemanggilan sudah dilakukan namun keduanya tidak hadir,” ujar Kombes Budi Hermanto.
Kuasa hukum PT TAC, Imam Nugroho, turut membenarkan perkembangan kasus tersebut. Menurutnya, status DPO diterbitkan pada 14 Oktober 2025 setelah kepolisian tidak mengetahui keberadaan kedua tersangka untuk menjalani proses hukum lanjut.
“Setelah P21, polisi wajib melimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Karena tidak diketahui keberadaannya, penyidik menerbitkan status DPO,” kata Imam.
Berawal dari Kerja Sama Bisnis Berujung Penipuan
Kasus ini bermula dari kerja sama antara PT TAC dan PT Anugrah Pratama Inspirasi (PT API) milik Agusrin pada 27 Maret 2017. PT TAC diberi kewenangan menggunakan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) milik PT API. Kerja sama meningkat pada 18 April 2017 dengan pembentukan perusahaan baru bernama PT Citra Karya Inspirasi (PT CKI), di mana PT TAC memiliki 52,5 persen saham dan PT API 47,5 persen.
Masalah muncul pada 2019 ketika PT API berniat menjual HPH beserta pabrik pengolahan kayu kepada pihak ketiga. Agusrin kemudian meminta PT TAC untuk membeli HPH tersebut. Pada 7 Mei 2019, kedua pihak menyepakati transaksi senilai Rp 33,3 miliar. Sebagai tanda keseriusan, pihak Agusrin membayarkan Rp 2,5 miliar sebagai uang muka serta Rp 4,7 miliar untuk pembayaran berikutnya.
Sisa pembayaran Rp 25,8 miliar dituangkan melalui dua lembar cek BNI bernomor CP527029 senilai Rp 10,5 miliar dan CP527030 senilai Rp 20 miliar. Cek tersebut diserahkan Agusrin bersama Raden Saleh pada 9 Agustus 2019.
Namun, ketika PT TAC mencoba mencairkan kedua cek tersebut, dana di dalamnya ternyata tidak tersedia alias kosong.
Merasa dirugikan, PT TAC melaporkan Agusrin dan Raden Saleh ke Polda Metro Jaya pada 17 Maret 2020 dengan nomor laporan LP/1812/III/YAN.2.5/2020/SPKTPMJ.
Dalam kasus ini, keduanya disangkakan Pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, serta Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(***)
