Kasus Ponpes Al Khoziny Naik Penyidikan, Khofifah: Pemprov Hanya Mendukung

Kasus Ponpes Al Khoziny Naik Penyidikan, Khofifah: Pemprov Hanya Mendukung


Surabaya – detik35.com -  Proses hukum terkait runtuhnya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, kini resmi naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Kejadian tragis yang terjadi pada 29 September 2025 itu menelan korban jiwa dan melukai sejumlah santri, sehingga menimbulkan keprihatinan luas dari berbagai pihak.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa angkat bicara mengenai perkembangan kasus tersebut. Ia menegaskan bahwa Pemprov Jatim akan mendukung penuh jalannya proses hukum yang dilakukan aparat, meskipun tidak secara spesifik menyinggung posisi hukum dari pihak pondok pesantren.

“Ya jadi gini loh mbak, tanya pokok aja tanya, saya ini supporting tim,” kata Khofifah usai menghadiri sebuah acara di Grand City, Surabaya, Jumat (10/10/2025). Menurutnya, pemerintah provinsi akan bersikap kooperatif dengan aparat kepolisian dan memberikan dukungan yang diperlukan dalam penyelidikan maupun tindak lanjut kasus.

Sementara itu, Polda Jawa Timur sebelumnya telah menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas insiden ini. Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Jules Abraham Abast, menyampaikan bahwa proses hukum akan dijalankan sesuai prosedur, termasuk memeriksa aspek teknis pembangunan, izin mendirikan bangunan (IMB), hingga kemungkinan adanya kelalaian dari pihak terkait.

“Kasus ini sudah naik ke penyidikan, artinya ada dugaan kuat pelanggaran yang terjadi. Penyidik akan mendalami siapa saja pihak yang bertanggung jawab dalam proses pembangunan hingga akhirnya menimbulkan keruntuhan,” ujarnya.

Peristiwa ambruknya bangunan musala Ponpes Al Khoziny menambah daftar panjang insiden bangunan roboh di Jawa Timur. Publik pun menyoroti lemahnya pengawasan dalam pembangunan sarana pendidikan, terutama di pondok pesantren yang banyak berdiri secara swadaya. Insiden ini dinilai sebagai peringatan keras bagi pemerintah daerah maupun pengelola lembaga pendidikan untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan konstruksi.

Selain persoalan hukum, tragedi ini juga meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban. Sejumlah santri yang menjadi korban luka masih menjalani perawatan medis, sementara pihak keluarga berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus terhadap nasib para santri.

Pengamat hukum dan kebijakan publik juga menilai bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap pembangunan fasilitas pendidikan berbasis masyarakat. “Jangan sampai rasa keikhlasan masyarakat membangun tempat ibadah dan pendidikan justru berujung pada tragedi karena kelalaian teknis,” ujar salah satu pengamat dari Universitas Airlangga.

Ke depan, masyarakat menunggu langkah nyata dari aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus ini, serta kebijakan konkret dari pemerintah provinsi maupun daerah dalam memperketat pengawasan pembangunan sarana pendidikan. Tragedi Ponpes Al Khoziny diharapkan menjadi pelajaran berharga agar insiden serupa tidak kembali terulang.(Novia Asmarita)