-->

Notification

×

Iklan

 


Indeks Berita

Tag Terpopuler

Polemik Hibah Tanah SDN 405 Simpang Bambu, Warga Soroti Perbedaan Luas di Dokumen

| September 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-04T04:28:02Z

Mandailing Natal – detik35. Com

Polemik tanah hibah untuk SD Negeri 405 Simpang Bambu, Desa Sundutan Tigo, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, terus bergulir. Selain dugaan praktik jual beli ilegal, kini terungkap adanya perbedaan mencolok antara luas tanah dalam Surat Keterangan Ganti Rugi dan akta hibah notaris yang menjadi dasar pembangunan sekolah.


Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi, pada 23 Oktober 2013 tercatat perjanjian ganti rugi antara Bempi Pasaribu dan Alimudi Hia. Dalam surat tersebut disebutkan luas tanah sebesar 7.500 meter persegi (3/4 hektare) dengan nilai kompensasi Rp 7.000.000. Surat ganti rugi ini ditandatangani para saksi dan diketahui Kepala Desa Sundutan Tigo.


Namun, dalam Akta Hibah Notaris yang diterbitkan pada 2018, luas tanah tercatat mencapai 10.000 meter persegi (1 hektare). Akta tersebut diperkuat dengan surat keterangan kepala desa, berita acara penyerahan tanah, serta tanda terima berkas tanah oleh pihak sekolah pada 22 Agustus 2025.


Perbedaan luas tanah sebesar 2.500 m² inilah yang memicu tanda tanya besar di tengah masyarakat. Apakah ada tambahan lahan yang dihibahkan pihak lain, atau terjadi kekeliruan dalam administrasi?


“Kalau di surat ganti rugi cuma 7.500 meter, tapi di akta hibah notaris jadi 10.000 meter. Perbedaan ini harus dijelaskan. Jangan sampai ada manipulasi yang merugikan masyarakat,” ujar salah satu tokoh masyarakat Dusun Simpang Bambu, Kamis (4/9/2025).


Seorang pemerhati pendidikan di Kecamatan Natal juga menilai inkonsistensi ini berbahaya. “Kalau ada tambahan tanah, harus jelas siapa penghibahnya. Kalau tidak ada dokumen tambahan, bisa menimbulkan sengketa dan membuka celah penyalahgunaan,” katanya.


Masyarakat menegaskan bahwa tanah tersebut sudah jelas diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan. Jika benar ada upaya memperjualbelikan lahan yang berstatus hibah negara, maka hal itu dianggap pelanggaran hukum serius.


“Tanah itu milik negara untuk sekolah, bukan milik pribadi lagi. Kalau ada yang mencoba menjual, aparat harus turun tangan,” tambah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.


Desakan publik kini mengarah pada Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta aparat penegak hukum agar segera melakukan verifikasi ulang dokumen, mengklarifikasi perbedaan data, dan mengusut dugaan transaksi ilegal yang mencuat.


Kasus ini mencerminkan persoalan klasik pengelolaan aset hibah di daerah, di mana administrasi tanah kerap tumpang tindih dan membuka ruang bagi praktik manipulasi.


Hingga berita ini diturunkan, baik pihak pemerintah daerah maupun aparat hukum belum memberikan keterangan resmi terkait perbedaan luas tanah 7.500 m² dan 10.000 m² dalam dokumen hibah SDN 405 Simpang Bambu.

(Red/Esrin)

×
Berita Terbaru Update