Kota Bekasi — Detik35.com
Kasus proyek pengadaan alat olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi tahun anggaran 2023 kembali menjadi sorotan. Pasalnya, meski telah diserahkan empat sertifikat tanah sebagai jaminan pengembalian kerugian negara oleh tersangka AZ, nilainya ternyata belum menutupi total kerugian negara sebesar Rp4,7 miliar.
Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Iis Wisynuwati, menjelaskan bahwa penyerahan sertifikat oleh AZ pada malam sebelum penahanannya, 15 Mei 2025, merupakan bagian dari mekanisme administratif penggantian kerugian daerah dan tidak berkaitan langsung dengan proses hukum yang sedang berjalan.
"Memang betul AZ menyerahkan sertifikat untuk permasalahan ini, tapi itu berkaitan dengan administrasi keuangan daerah, bukan dengan masalah hukum," ujar Wisynuwati kepada media, Kamis (24/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa dasar hukum pengembalian kerugian tersebut merujuk pada PP Nomor 38 Tahun 2016 tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri sipil bukan bendahara atau pejabat lain.
“Dalam Pasal 10 PP tersebut, TPKD memiliki wewenang untuk menginvestigasi harta kekayaan. Idealnya dibuat SKTJM (Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak), tetapi karena yang bersangkutan sudah menjadi tahanan kejaksaan, maka hanya bisa dilakukan pembebanan sementara,” paparnya.
Tidak Ada Appraisal Sertifikat
Iis juga mengakui, keempat sertifikat tersebut belum dinilai secara resmi (appraisal) karena keterbatasan waktu dan anggaran.
“Waktunya hanya dua hari dan tidak ada dana untuk appraisal. Tapi secara lokasi, keempat sertifikat itu memiliki nilai yang cukup besar di Kota Bekasi,” katanya.
Meski demikian, dari informasi yang beredar, nilai keempat sertifikat hanya diperkirakan mencapai Rp2 miliar—masih jauh dari total kerugian negara sebesar Rp4,7 miliar.
Isu Patungan dan Janji Elit Tak Terealisasi
Isu lain yang mencuat ke publik adalah kabar bahwa keluarga tersangka AZ dan MAR melakukan patungan untuk menjaminkan empat sertifikat tanah senilai sekitar Rp2 miliar. Sementara sisa kekurangan Rp2,7 miliar disebut-sebut akan ditanggung oleh sejumlah elit yang diduga terlibat. Namun, hingga kini, janji tersebut tak kunjung ditepati.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: Mengapa dengan kerugian negara yang belum lunas, BPK RI tetap memberikan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) terhadap laporan keuangan Kota Bekasi?
Sebagian kalangan pun menyindir, apakah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) “kena prank” dalam kasus ini?
Hanya Prosedural, Tak Pengaruhi Proses Hukum
Iis Wisynuwati menegaskan kembali bahwa langkah penggantian kerugian ini murni bersifat administratif dan tidak mempengaruhi proses hukum.
“Ini bukan untuk meringankan hukuman atau mempengaruhi peradilan. Ini murni untuk mencatat bahwa ada uang negara yang harus dikembalikan, dan dijadikan piutang daerah dalam laporan keuangan,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula dari temuan audit BPK RI Perwakilan Jawa Barat pada Maret 2024 yang menemukan dugaan penyimpangan dalam proyek senilai Rp4,7 miliar di Dispora Kota Bekasi. Penanganan hukum dan administratif tetap dilakukan secara terpisah sesuai dengan mekanisme hukum dan akuntansi yang berlaku. (Redaksi)