JAKARTA ,detik35.com
Forum Pers Independent Indonesia (FPII) melayangkan ultimatum keras kepada manajemen PT Bank DKI, menyusul gangguan layanan perbankan yang tidak kunjung pulih selama lebih dari satu bulan. Dalam pernyataan tegas yang disampaikan Ketua Presidium FPII, Dra. Kasihhati, disebutkan bahwa kerusakan sistem ini telah menimbulkan kerugian besar yang bukan hanya bersifat teknis, tetapi sistemik dan berpotensi melanggar hukum.
“Ini bukan gangguan biasa. Ini adalah krisis teknologi yang mengarah pada pelanggaran serius terhadap hak-hak konsumen,” tegas Kasihhati dalam konferensi pers di Kantor FPII, Minggu (4/5/2025).
Berdasarkan hasil investigasi internal FPII yang melibatkan pakar teknologi informasi perbankan, ditemukan bahwa akar permasalahan bukan sekadar eror aplikasi atau ATM, melainkan terletak pada kegagalan total sistem core banking akibat migrasi sistem yang ceroboh. Lebih parah lagi, migrasi ini dilakukan tanpa pengujian menyeluruh dan tanpa sistem cadangan (backup) yang andal.
Pelanggaran ini jelas melanggar ketentuan POJK No. 38/POJK.03/2016 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi dan menunjukkan absennya disaster recovery plan (DRP). Akibatnya, gangguan merambat ke seluruh jaringan transaksi nasional, menempatkan Bank DKI dalam status kritis.
FPII menyebut bahwa kerugian yang dialami nasabah telah mencapai angka fantastis — Rp 378 miliar dalam satu bulan. Rinciannya:
Nasabah perorangan: Rp 67 miliar
Nasabah korporasi: Rp 156 miliar
Kerugian tidak langsung (potensi pendapatan dan reputasi): Rp 155 miliar
Angka ini dianggap sebagai estimasi konservatif dari dampak ekonomi yang jauh lebih luas, terutama di lingkup DKI Jakarta yang menjadi pusat roda ekonomi nasional.
Lebih lanjut, FPII menuding manajemen Bank DKI tidak hanya gagal menangani gangguan, tetapi juga tidak transparan dalam komunikasi publik. Pihak bank disebut menutupi skala dan durasi gangguan, serta tidak memberikan informasi proaktif kepada nasabah dan stakeholder.
FPII juga menyoroti sikap pasif OJK dan Bank Indonesia. Lembaga-lembaga pengawas tersebut dianggap “diam seribu bahasa” di tengah krisis yang menyangkut stabilitas sistem keuangan dan hak konsumen.
“Ini bukan hanya soal reputasi Bank DKI. Ini adalah ujian kredibilitas regulator keuangan nasional dalam menegakkan perlindungan konsumen dan integritas industri perbankan,” tegas Kasihhati.
FPII menyampaikan ultimatum lima poin kepada Bank DKI, termasuk:
1. Pemulihan total layanan dalam waktu 3×24 jam.
2. Kompensasi finansial untuk seluruh nasabah terdampak.
3. Pembentukan tim krisis gabungan dengan pengawasan independen.
4. Laporan audit terbuka mengenai insiden ini.
5. Evaluasi dan restrukturisasi total divisi teknologi informasi Bank DKI.
Apabila tuntutan tidak dipenuhi dalam waktu 7 hari kerja, FPII akan menggalang gugatan class action, membuka posko pengaduan, menginisiasi petisi nasional, dan melakukan aksi unjuk rasa damai pada 9 Mei 2025 di depan Kantor Pusat Bank DKI.(Redaksi)